Anisyah Berpulang

edelweis

Ribuan doa berpilin. Saudari kami, sahabat tercinta, Anisyah telah berpulang ke haribaanNya setelah dua bulan menjalani perawatan di Sarjito dan JIH melawan penyakitnya Thalasemia, TBC, dan Lupus. Anisyah yang menghembuskan nafas terakhir pada pukul 23.45, Jumat pagi (23/8) sudah dibawa pulang ke rumahnya di Pandegelang, Banten.

Anisyah awalnya dirawat di Sarjito, tapi karena beberapa hal salah satunya kondisi fisik Anisyah yang mengharuskan masuk ICU akhirnya ia dipindahkan ke JIH yang masih memiliki ruang ICU kosong. Dana yang diperlukan ternyata tidak sedikit, tidak bisa hanya mengandalkan pendapatan ibunya –Siti Aminah- yang masih punya tanggungan sekolah Anisyah dan ketiga saudaranya, pun ayahnya sudah meninggal. Dari pihak SKI-UKKI UNY dan hampir seluruh organisasi mahasiswa di UNY akhirnya menggagas penggalangan dana. Subhanallah, Allah memudahkan segalanya, informasi penggalangan dana cepat sekali menyebar (mungkin Anda yang sedang membaca buletin ini pun menjadi salah satu donatur, kami ucapkan terima kasih). Dan sekali lagi Allah memudahkan, ketika mendapatkan informasi tentang Anisyah, pihak rektorat UNY langsung menyatakan akan menanggung semua biaya perawatan Anisyah selama di JIH, seperti yang disampaikan Nafi Ashari (FBS) kepada redaksi Progress. Alhamdulillah.

Kepulangan Anisyah yang pernah menjadi santri di ponpes Darush Solihat Yogyakarta ini menyisakan banyak makna bagi tiap orang yang mengenalnya. Di FMIPA, tahun ini sebenarnya Anisyah tengah memegang amanah sebagai masulah (wakil ketua) UKMF Haska Jmf. Di tengah kesibukannya, di tengah tugas-tugasnya sebagai mahasiswa Pendidikan Biologi, Anisyah masih saja menjadi sosok yang begitu lekat bagi teman-teman. Anisyah menjadi kakak, guru sekaligus ibu yang selalu mendampingi teman-teman Haska. Teman-teman seangkatan 2010, teman kelas, jurusan, teman-teman X-Squad (komunitas SKI-UKKI angkatan 2010), kakak-kakak yang menyayangi Anisyah merasa begitu kehilangan, namun yakin Anisyah telah mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah. Syurga, InsyaAllah.

Buletin kali ini kami persembahkan untuk mengenang bidadari yang memanggil dirinya sendiri Anisyah Fatihah Haibara. Haibara, gadis yang tenang tapi kritis di serial Detektif Conan. Dan bunga yang paling ia suka, Edelweis, bunga keabadian, meski dipetik akan tetap dalam bentuknya. Anisyah, edelweis yang teguh pada titah Tuhannya. Berikut redaksi memuat beberapa kesan yang dirasakan teman-teman Anisyah selama mengenalnya. Semoga sosok Anisyah menjadi teladan yang indah, baik bagi yang pernah maupun belum memiliki kesempatan bertemu dengannya.

(rep/ed: Wulan Bila)

***

Abah berpesan kepada Anisyah: ada saat sakit itu penggugur dosa, pada saat yang sama adalah  peluang buat saudara-saudarimu untuk berbuat baik. Balaslah kebaikan mereka dengan ikhtiar terbaik dan kepasrahan terbaik. Allah ndak ketukar masalah takdir. Allah kasih dirimu sakit seperti ini karena kamu kuat. Kuatkan dirimu untuk ikhtiar terbaik, hasil urusan Allah. Diusia saya 40 sangat terasa dunia itu sebentar saja.

Anisyah yakin sama Allah. Jangan sampai sedikitpun dia terasa menghamba pada semangat dari seorang manusia (dari yang menjenguk) yang tiga bulan ini dan takut kematian menghampirinya. Terakhir saya ketemu, saya katakan bahwa saya memohon padanya anak-anak saya para penghafal Al-Quran mendoakan khusus mbak Anisyah di solat malam mereka di 10 hari terakhir Ramadhan. Agar diberi kekuatan untuk ikhlas. Ya yang berat adalah ikhlas. Pertanyaan saya kepada Anisyah yang membuat saya lega: kamu menyesal sakit begini? Ia menjawab ‘tidak’. Wallahi (demi Allah)? ‘Iya’. Apakah kamu sudah menyerah? Ia katakan ‘Tidak’. Kuat ya nduk.. ‘Iyaa..’.

-Ust. Fadli Reza (Disampaikan saat kunjungan terakhirnya untuk Anisyah, dengan pembahasaan ulang oleh redaksi)-

 

Mastato’tum. Semampu kamu. Kata-kata itulah yang pertamakali kuingat ketika ada yang menyebut “Mbak Anisyah.” Ya, sosok akhwat tangguh yang luar biasa. Semangatnya, totalitasnya, dan segala bentuk jerih payah dan pengorbanannya. Sungguh-sungguh. Totalitas.

Ia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya selalu menyemangati kami untuk berusaha sekuat tenaga. Jika harus lari, maka larilah sekuat tenaga sampai engkau tak mampu berlari lagi, sampai engkau tak kuat lagi, sampai engkau pingsan. Ia, yang selalu berusaha mengerjakan sesuatu dengan sepenuh kemampuannya, walaupun satu tahun terakhir tubuhnya seringkali ambruk, seringkali lunglai tak bertenaga; di depan kami. Meskipun, penyakit-penyakit itu datang, menerobos sistem imunnya, menggerogoti organ tubuhnya; namun tidak dengan semangatnya.

Seringkali, saat kami mulai malas untuk mendatangi syuro atau aktivasi agenda, ia berkata: “Jika tubuh mbak ini kuat, mbak akan selalu datang tiap kali ada syuro, tiap kali ada aktivasi agenda. Namun, apa daya.” Ya mbak, kami malu atas diri sendiri yang terkadang masih mengedepankan ego dan emosi pribadi; kami sehat, kami kuat, kenapa tak punya semangat kuat sepertimu?

Satu hal yang betul-betul kuingat darinya, ia adalah sosok kakak dan Ibu bagi semuanya. Tak hanya BINKAD, tidak. Semua bidang, BSO, dan Tim di rumah cinta ini selalu dekat dan menganggapnya sebagai Ibu. Semuanya, tanpa terkecuali akan merasa nyaman di dekatnya, merasa senang mendengar nasehatnya, dan merasa bahagia dapat berjumpa dengan cerah wajahnya.

Allah, sekarang Engkau telah memanggilnya. Kami tahu, Ia akan bahagia bersamaMu, dan Engkau tempatkan di istana terindah yang telah Engkau siapkan untuknya. Maka saksikanlah, Allah, kami telah mengikhlaskannya, kami telah menyerahkannya; mengembalikannya lagi padaMu. Terimalah semua amal kebaikannya ya Allah..

Innalillahi wa innalilaihi rajiuun..

Selamat jalan, kakak yang luar biasa..

Terimakasih telah membuat hidup kami lebih berwarna.

Allah, maukah Engkau mempertemukan kami dengannya, suatu saat nanti?

-Rizki Ageng Mardikawati (FMIPA 2011)-

 

Salah satu teman Anisya, yang hari ini telah kembali padaNya. Dia adalah akhwat pertama yang saya kenal di kampus saat registrasi mahasiswa baru. Di kampus kami sering bertemu dalam agenda dakwah kampus. Dia adalah sosok akhwat yang tangguh. Anisya adalah anak pertama dari 4 bersaudara. Adik-adiknya, Ani Hayah, Ainun dan Agham akan diam saat Nisya berbicara di depan mereka. Dia sosok kakak yang dihormati dan disegani. Nisya sosok yang tegas tapi lembut. Darinya saya belajar banyak. Tentang kerja keras, tentang profesionalisme dalam organisasi dan banyak hal lagi yang tak sanggup saya tulis disini karena space yang terbatas.

Sebelum Nisya masuk rawat inap di rumah sakit, saya tahu dia mulai sering masuk rumah sakit untuk cek ini itu dan harus menelan beberapa obat. Hingga pada puncaknya, 23 Juli yang lalu dia masuk rumah sakit. Di Sardjito, saya temui tubuhnya terbaring lemah. Di rumah sakit ini hingga memasuki hari ke 40, Sardjito menyarankan agar dirinya masuk ICU. Hingga akhirnya pindah ke JIH. Saya sempatkan menjaganya saat saya ijin KKN dari Gunung Kidul. Saya percaya, yakin bahwa Nisya adalah hambaNya yang dicintai. Ingatkah pada sebuah hadits yang menyatakan bahwa jika Allah mencintai seorang hamba, Ia akan menyeru pada penduduk langit, malaikat. Lalu malaikat akan menyeru penduduk bumi untuk mencintai hamba itu. Aku yakin Nisya salah satu diantara hambaNya yang dicintaiNya. Di ruang inapnya, banyak dipenuhi barang-barang untuk menyemangatinya, bunga, boneka, dan tulisan-tulisan dari ikhwah di UNY. Bahkan saat di JIH dan membutuhkan biaya yang tak sedikit, info penggalangan dana menyebar bahkan sampai ke luar Jawa. Bahkan teman saya yang tak mengenalnya pun turut menjenguk. Saya iri padanya. Hari Jumat yang Mubarak membawanya untuk menuju Rabbnya yang insya Allah dengan keadaan khusnul khotimah. Disana aku yakin, Nisya telah menjadi bidadari surga.

-Aeni Husniah (FE 2010)-

 

Allah mengirim bebintang dan rembulan yg nyaris penuh,
untuk mengawalnya kembali ke bumi Banten.
Burung biruku telah pergi : Anisyah yg shalihah…

-Desiana Nurkholida (FMIPA 2009 – Masulah UKKI JAM UNY 2013)-