Sang Tiran Dibebaskan dari Dakwaan

morsi mubarak 2-thumb-615x502-106192

Di tengah kemelut aksi penolakan kudeta presiden Mursi yang telah mengorbankan ribuan nyawa rakyat Mesir, lagi-lagi mereka mendapat pukulan hebat dari kebijakan pemerintah hasil Kudeta: pekan ini Husni Mubarak dibebaskan dari dakwaan penjarahan dana yang dialokasikan bagi pemeliharaan istana presiden. Hal ini merubah peta konflik Mesir seperti dilansir di republika.co.id.

“Peta konflik di Mesir sudah mulai berubah,” kata Ibrahim, Pengamat perpolitikan Mesir  yang pernah tinggal lama di Mesir. ”Awalnya adalah pertentangan pihak nasionalis liberalis dengan Islam,” katanya. ”Kini berubah menjadi pertentangan pihak rezim militer yang dulu berada di bawah Mubarak dengan pro-Revolusi 2011.”

Husni Mubarak telah digulingkan dalam revolusi Mesir 2011 lalu. Selama 30 tahun kepemimpinan Husni Mubarak, melakukan korupsi, penipuan, pembunuhan, dan pelanggaran hak-hak asasi manusia yang tampak legal ketika dia menjadi kepala negara. Bisa dibilang, rezim Husni Mubarak jauh lebih kejam daripada rezim Soeharto di Indonesia yang akhirnya dijatuhkan dalam Reformasi 1998.

Konflik Mesir ini sejak awal menciptakan fitnah yang luar biasa besar. Pro Kontra kudeta militer membuat Mesir tampak terpecah belah. Sikap Al Azhar yang meng-iya-kan kudeta menimbulkan kesenjangan antara pendukung dan penolak kudeta. Bahkan di Keppres terbaru nama Ikhwanul Muslimin dimunculkan sebagai ‘teroris’ yang harus dimusnahkan negara. Dilihat dari sejarah sejak Ikhwanul Muslimin terbentuk, organisasi ini memang mengundang kontroversi. Sambil menyelam minum air, kudeta pihak militer kali ini mengusung dua hal besar: mengembalikan kekuasaan pihak pro Mubarak dan memberangus Ikhwanul Muslimin.

Sejak kudeta presiden Mursi pada hari Rabu, 3 Juli waktu setempat atau hari Kamis (4/7) dini hari WIB, rakyat Mesir turun ke jalan untuk meminta militer mengembalikan hak presiden mereka yang dipilih secara sah lewat pemilu perdana pasca revolusi Mesir. Mereka memutuskan untuk melakukan protes besar-besaran kepada militer untuk mengembalikan pemimpin Mesir yang sah itu dan menganggap kudeta sebagai keputusan yang tidak sesuai dengan tujuan revolusi. Mereka melakukan aksi damai di seluruh titik penting negara.Sekitar 30 juta massa pro-Mursi yang melibatkan para ulama, cendekiawan, pengusaha, pemuda dan para ibu turun ke jalanan. Dari tanggal ditetapkannya, hingga saat sekarang ini pun masih terjadi.

Ada yang menarik di sela-sela protes yang dilakukan oleh massa pro-Mursi. Kita dapatkan ketika sebuah majalah besar Amerika, TIME memberitakan bahwa massa aksi pro-Mursi sebagai World’s Best Protester. TIME mengatakan bahwa tidak ada aksi dimanapun yang dilakukan secara damai selain massa aksi pro-Mursi di Al-Addawiyah ini. Setelah kita tahu akan berita ini, maka akan timbul pertanyaan bagaimana massa aksi mampu solid dan tidak terganggu sesuatu apapun hingga bulan Ramadan ini. Ternyata massa aksi ini sangat terjaga dengan ibadahnya kepada Allah SWT. Pertama, massa aksi ini tidak meninggalkan shalat wajib sepanjang aksi. Kedua, ibadah-ibadah sunnah tetap mereka lakukan, seperti sholat tarawih. Ketiga, mereka percaya bahwa pertolongan Allah SWT lebih utama.

Dalam perkembangannya, aksi rakyat di banyak titik berubah menjadi pembantaian. Militer yang sebagian menggunakan pakaian warga sipil menembaki masa aksi. Tidak hanya menggunakan peluru, mereka juga membunuh dengan peralatan militer lain seperti melindas demonstran dengan mobil, bahkan di Raba’ah masa aksi di bakar hidup-hidup ( 14/8). Jumat dan Sabtunya, masa aksi di kepung saat berlindung di Ramses Square dan Masjid Fatih. Darah rakyat Mesir kembali mengalir dan kini menodai tempat ibadah kaum Muslim.

Pembantaian pada hari Kamis hingga Sabtu akhirnya membuat Perdana Menteri Mesir Erdogan mengambil sikap tegas dengan menyeru rakyat untuk memperjuangkan apa yang mereka anggap benar. Dalam orasinya pada hari Sabtu (17/8), Erdogan menyatakan aksi melawan militer bukan lagi hal yang sunah tapi telah menjadi wajib a’in bagi seluruh rakyat Mesir. Erdogan sekaligus melaunching  ‘Simbol 4 Jari’. Simbol ini untuk mengenang markas demonstran Pro Mursi di Rabi’ah yang telah dibumi hanguskan oleh junta militer. Secara sederhana simbol 4 jari untuk menunjuk icon Rabi’ah (dalam bahasa Arab, Rabi’ah/arba’ah = Empat). Rab’ah (angka 4) dijadikan sebagai Simbol Keteguhan dan Perlawanan untuk seluruh dunia yang mencintai kebebasan.

Melalui simbol empat jari ini, kekuatan rakyat Mesir dihimpun. Melalui aksi nyata mereka turun ke jalan menyuarakan kebenaran meski terus di dorong mundur oleh militer. Ketika keluar dari rumah mereka sudah siap untuk syahid dan tidak akan pulang dalam kondisi hidup. Mereka menulis nama mereka ditangan, agar jika mereka wafat dalam kondisi apapun, mayat mereka dapat diidentifikasi. Melalui dunia maya dan media mereka berusaha terus mempublikasi semua kejadian dan kekejaman yang sedang terjadi, meski lagi-lagi menemui banyak kendala. Kegiatan jurnalistik sangat dibatasi oleh negara, bahkan 3 wartawan dan warga sipil lain yang berusaha merekam kejadian ditembaki militer. Pemerintah hasil kudeta seolah sedang menutup mulut rakyat dan menutup mata dunia agar tidak ikut campur dalam masalah negara mereka. Terbukti dari sikap negara-negara Barat dan PBB yang dulunya sangat membanggakan sistem demokrasi, namun saat Mursi yang dipilih secara sah lewat pemilu digulingkan, mereka hanya diam.

Menanggapi konflik ini, Turki, negara-negara Uni Eropa dan banyak negara lain yang mengecam pembantaian rakyat Mesir oleh militer. Di Indonesia, sejak 16 Agustus lalu – sekaligus menyambut hari kemerdekaan Indonesia, telah diadakan aksi-aksi kemanusiaan di seluruh daerah Indonesia. Aksi yang besar terlihat di Jawa Barat, Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Di Yogyakarta sendiri aksi dilaksanakan di 0 km hingga malam hari. Aksi-aksi ini sebagai bentuk kepedulian dan simpati masyarakat Indonesia dan dunia terhadap tragedi Mesir dan jiwa-jiwa muslim yang telah menjadi korban.

-Dwi Wulandari & Hamdan Hafizh-