TIMUR MENGGUGAT MISS WORLD!

syawalan

Mas-mas åjå dipléroki, mas-mas åjå dipoyoki, karêpku njaluk dièsȇmi,

tingkah lakumu kudu ngȇrti cårå, åjå ditinggal kapribaden katimuran!

mêngko gȇk kèri ing jaman?

mbok yå sing éling!

éling bab åpå?

iku budåyå!

pancèné bȇnêré kandamu.

( Karya Ki Narto Sabda, Tokoh Budayawan )

 

Begitulah petikan lirik tembang Jawa, yang merupakan perwakilan sebuah ungkapan keprihatinan terhadap runtuhnya kehormatan dan kedudukan budaya ketimuran di negerinya sendiri. Bagaimana kita akan dikenal sebagai bangsa, jika kita tidak pernah mengakui dan menghargai budaya kita sendiri. Adab unggah-ungguh / tahu sopan santun, begitu melekat pada bangsa ini ketika kita tampil dan berdiri atas nama Indonesia. Di belahan dunia manapun, di negara bagian manapun, ketika kita menginjakkan kaki di sana, mau tidak mau, maka kita adalah perwajahan dari budaya bangsa Indonesia. Negara ini tidak pernah merdeka, selama bangsa kita masih menjadi budak yang setia untuk bangsa lain.

Berlindung dari godaan seni yang terkutuk. Ketika kita berbicara budaya, maka ada yang janggal jika kita tidak mengungkit tentang seni, karena pada dasarnya, senilah yang mengangkat harga tinggi sebuah budaya. Menyoal tentang seni, betapa peranan nilai estetik memegang kuasa tertinggi untuk menentukan harga sebuah karya, apakah ia layak disebut mahal atau tidak. Mengungkat hakikat nilai estetika dalam seni, ada yang ganjil ketika kita berbicara nilai tetapi menghilangkan unsur pembatasnya, yaitu norma. Hanya orang yang tidak berakal sehat, yang mengatakan foto wanita telanjang adalah seni. Bagaimana mungkin orang yang berakal sehat akan menilai bahwa itu adalah seni, sementara jelas bahwa itu adalah tindakan yang menistakan norma-norma yang ada di masyarakat kita, baik itu norma agama, kesusilaan, kesopanan dan juga norma hukum. Sekali lagi, hanya orang yang tidak mampu menggunakan akalnya, yang tetap berkeyakinan bahwa peraturan adalah untuk dilanggar.

Ajang kontes kecantikan, Miss World adalah salah satu bentuk penodaan terhadap agama, penistaan terhadap martabat wanita dan penghianatan terhadap budaya luhur bangsa Indonesia. Berhentilah bersorak merdeka, jika kita hanya diam ketika budaya luhur kita diinjak-injak oleh segelintir orang licik yang mengatasnamakan dan mengagung-agungkan seni estetika. Bagaimana mungkin, ukuran keindahan dan kecantikan seorang wanita hanya dinilai dari tampilan fisiknya saja? Betapa murahannya, wanita-wanita yang tergila-gila dengan pujian mahkota “ratu kecantikan” itu. Ketika saudara-saudara kita di Timur Tengah sedang berjuang syahid menjaga kehormatan mahkotanya sebagai seorang wanita (menutup aurat), negara ini sedang menjamu istimewa para penista martabat wanita. Ironis? Ya, maka jangan salahkan, jika moral bangsa negeri ini, hancur!

Kontes kecantikan adalah arena tumbal. Bagaimana tidak? Milyaran kertas dollar berserakan di sana. Siapa yang memungutinya? Yang menjadi dalang dan pengiringnya. Monopoli bisnis, konspirasi licik yang siap meraup untung sebanyak-banyaknya. Alurnya, bagaimana mungkin tidak melibatkan perusahaan kosmetik, salon kecantikan, penata busana dan media penyiaran, logikanya ini adalah persekongkolan bisnis luar biasa yang mengatasnamakan seni, padahal senyatanya mereka sedang berdagang wanita secara murah-murahan. Lalu, siapa yang menjadi tumbalnya? Bisa ditebak, mereka adalah peserta dan penontonnya.

Maka, apa yang menjadikan kita berat hati untuk membela hak Allah, menyelamatkan peradaban bangsa ini dari kehancuran moral yang diskenario budak-budak iblis itu. Bukankah Allah telah menyelamatkan kita dari kekejaman dan kekejian zaman jahilliyah (kebodohan) melalui utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW, sebagai nabi terakhir yang menyampaikan risalah Islam rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam).

“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaan,

 sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu,

dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”

[QS. Asy-Syams : 8-10]

 

-Win-